SEMUA Ulos mempunyai warna, bentuk, motif yang bervariasi dan mempunyai makna, fungsi tersendiri. Ulos tersebut merupakan sebuah pintalan kain yang digulung kemudian disusun menggunakan alat yaitu tenun sehingga menjadi Ulos sebagai simbol adat yang digunakan dalam tradisi Adat Batak.
Bintang Maratur merupakan selembar Ulos yang digunakan dalam tradisi atau Adat Batak Toba. Dalam Bahasa Batak Toba ‘Maratur’’ yang artinya teratur, sehingga Ulos ini memberikan harapan atau doa agar kita lebih teratur dalam kehidupan yang kita jalani dan terhindar dari celaka dan juga sejumlah
motif yang ada dalam Ulos Bintang Maratur melambangkan kepatuhan, kemakmuran, dan keharmonisan.
Di dalam ulos terdapat aturan yang harus dipatuhi yaitu dalam segi kepada siapa diberikan dan segi tuturan yang disampaikan kepada penerima. Ulos Bintang Maratur ini disampaikan oleh ‘tulang’ atau saudara laki laki dari ibu dan juga bisa dari orangtua kepada anaknya.
Oleh karena itu, tuturan yang disampaikan setelah ‘Ulos’ tersebut telah sampai kepada si penerima adalah, ‘Inilah ulosmu Nang/Bapa, supaya sehat sehat kau, jauh dari serangan penyakit dan jauh dari semua yang mengganggumu,” kata Op Sipayung yang berumur 72 tahun seorang guru taon di Silalahi, Sabtu (19/10 2024).
Membuat kerajinan bukanlah hal yang mudah dari segi pembuatan, alat dan bahan serta waktu yang cukup lama agar ulos tersebut tidak jelek dilihat. Dalam segi alat dan bahan ,penenun menggunakan benang yang khusus agar hasil yang di inginkan sesuai serta kesabaran yang sesuai agar benang yang berada ditenun tidak putus dan tidak menimbulkan bekas seperti goresan pada Ulos tersebut.
Penelitian terbaru Ulos Bintang Maratur ini sudah dilakukan oleh mahasiswa Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara di Silalahi Sabungan, pada tanggal 19 Oktober 2024, serta mengajak semua kalangan, khusunya anak muda agar selalu melestraikan budaya yang ada di Indonesia khususnya Budaya Batak, supaya tidak hilang makna dan kegunaan Ulos Bintang Maratur tersebut ataupun ulos lainnya. (Penulis: Cristien Saragih/Fakultas Ilmu Budaya USU – Prodi Sastra Batak)